BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa
setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan
waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada
derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah
meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang
yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya
yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang
muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim
yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan,
mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut.
Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba
menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
1.2 Rumusan
masalah
1.
Apa pengertian jenazah?
2. bagaimana tata cara memandikan jenazah?
3.Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
4.Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?
5.Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
BAB II
PEMBAHASAN
Kata jenazah diambil dari bahasa
Arab (جن ذح)
yang berarti tubuh mayat dan kata جن ذ yang berarti menutupi. Jadi,
secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang tertutup
2.2. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal
dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum
dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan
jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika
telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah
ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم قا ل: فى ا لذ
ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا لبخرو مسلم)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas,
bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang jatuh dari kendaraannya
lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari
dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang
berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Orang
yang utama memandikan jenazah
a. Untuk
mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki
adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat,
muhrimnya dan istrinya.
b. Untuk
mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya,
neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk
mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang
memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang
memandikannya.
d. Jika
seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki
dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal
sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri,
maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah
seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا
لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من
لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika seorang
perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau
laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena
kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan
Baihaqi)
2. Syarat
bagi orang yang memandikan jenazah
a. Muslim,
berakal, dan baligh
b. Berniat
memandikan jenazah
c. Jujur
dan sholeh
d. Terpercaya,
amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang
diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3. Mayat
yang wajib untuk dimandikan
a. Mayat
seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan
bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
c. Ada
sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan
mayat yang mati syahid
4. Tatacara
memandikan jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim,
yaitu:
a. Perlu
diingat, sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:
1. Tempat
memandikan pada ruangan yang tertutup.
2. Air
secukupnya.
3. Sabun,
air kapur barus dan wangi-wangian.
4. Sarung
tangan untuk memandikan.
5. Potongan
atau gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain
basahan, handuk, dll.
b. Ambil
kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
c. Mandikan
jenazah pada tempat yang tertutup.
d. Pakailah
sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e. Ganti
sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya
perlahan-lahan.
f. Tinggikan
kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g. Masukkan
jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok
giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h. Siramkan
air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i. Mandikan
jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan
wangi-wangian.
j. Perlakukan
jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
k. Memandikan
jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang wajib.
Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
l. Jika
keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid
dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak
perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.
m. Bagi
jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur
kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan
dikepang.
n. Keringkan
tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain
kafannya.
o. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang
tidak mengandung alkohol.
2.3. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi
atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya
sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah
fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلتمس و جه ا
لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن
عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر
جلا ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم
ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر (رواه ا لبخا ر ى)
Artinya: “Kami hijrah
bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah
akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal
sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair
dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali
selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika
kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk
menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R
Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam
mengkafani jenazah adalah:
1. Kain
kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi
seluruh tubuh mayat.
2. Kain
kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah
kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
4. Sebelum
kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak
berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mayat laki-laki
a. Bentangkan
kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta
setiap lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah
jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah
lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan
kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri.
Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang
lembut.
e. Ikatlah
dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima
ikatan.
f. Jika
kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan
daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali
sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang ada.
2. Untuk
mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain
putih, yang terdiri dari:
a. Lembar
pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar
kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c. Lembar
ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar
keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar
kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat
perempuan yaitu:
a. Susunlah
kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib.
Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan
diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur
barus.
b. Tutuplah
lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c. Tutupkan
kain pembungkus pada kedua pahanya.
d. Pakaikan
sarung.
e. Pakaikan
baju kurung.
f. Dandani
rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan
kerudung.
h. Membungkus
dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan
kanan lalu digulungkan kedalam.
i. Ikat dengan tali pengikat yang telah
disiapkan.
2.4. Menshalatkan Jenazah
Menurut ijma ulama hukum
penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah SAW, yang berbunyi:
صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه)
Artinya: “Shalatilah orang
yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk
melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a. Orang
yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b. Ulama
atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang
tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak
si mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga
terdekat.
f. Kaum
muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
a. Berniat
menshalatkan jenazah.
b. Takbir
empat kali.
c. Berdiri
bagi yang kuasa.
Adapun tata cara melakukan shalat
jenazah adalah sebagai berikut:
1. Niat
shalat jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam
hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat jenazah dilakukan maka
kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan menutup aurat. Untuk
menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si mayat,
sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si
mayat.
Lafal niat shalat jenazah:
a. Untuk
mayat laki-laki
ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما
لله تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat
takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
b. Untuk
mayat perempuan
ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما
لله تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat
takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
2. Takbir
4 kali
a. Takbir
pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
Artinya:
1 Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang,
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai di hari Pembalasan,
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan,
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.
b. Takbir
kedua dan membaca shalawat
ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و
على ا ل ا براهيم و با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و
على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك حميد مجيد.
Artinya: “Ya Allah
berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau
telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan
keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
c. Takbir
ketiga dan membaca do’a untuk si mayat
ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه
(ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و
نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من
دا ر ه (ها) و ا هلا خيرا من ا هله (ها) و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه
(ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر.
Artinya: “Ya Allah,
ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia, muliakan tempatnya,
lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia
dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah
rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan
keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan
jauhkan ia dari siksa kubur dan siksa neraka.”
d. Takbir
keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
ا للحم لا تحر منا ا جر ه (ها) ولا تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر
لنا و له (ها)
Artinya: “ Ya
Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau
tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”
2. 5. Menguburkan
Jenazah
Disunnahkan
membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke
pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di
depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada
tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk
duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar
jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak
merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad
lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum
muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan
dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U
memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk
meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di
dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul
musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan untuk
diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.
Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu
diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh
menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke
lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI
WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan
menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan
bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat
sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari
tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang
menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam
rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga
liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu
ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk
menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk
menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di
dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira
sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan
seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil
sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal
yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada
makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun
kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas
kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan
keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut
dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di
dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya
orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan
doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Berdasarkan uraian mengenai tata
cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah, antara lain:
a. Memperoleh
pahala yang besar.
b. Menunjukkan
rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu
meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan
dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya
mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai
bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut
aturan Allah SWT dan RasulNya.